Penalaran Induksi dan Deduksi

INDUKSI

Pengertian

Dalam bab ini akan dikemukakan deskripsiklasik mengenai proses penalaran induksi. Induksi adalah sautu proses berpikir yang bertolak dari suatu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan ( inferensi ). Proses penalaran ini dimulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena – fenomena yang ada. Pengertian fenomena – fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus diartikan pertama – tama sebagai data – data maupun sebagai pernyataan – pernyataan, yang tentunya bersifat factual pula.


Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Induksi dan generalisasi sebenarnya mempunyai variasi yang beraneka ragam, sehingga penjelasan – penjelasan yang cermat kadang – kadang sukar ditampilkan.

Contoh : Bila seorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam – macam tipe kendaraan dengan ciri – ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dan bermacam – macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi ( = generalisasi lagi ) mengenai kendaraan pengangkut
.
Tetapi mengenai generalisasi sendiri, kita masih membedakan generalisasi yang berbentuk loncatan induktif, dan yang bukan loncatan induktif.

Loncatan Induktif

Sebuah generalisasi yamg bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta – fakta tersebut atau proposisi – proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan. Dengan demikian loncatan induktif dapat diartikan sebagai loncatan dari sebagian evidensi kepadan suatu generalisasi yang jauh melampaui kemungkinan yang diberi oleh evidensi – evidensi itu.

Contoh : Bila ahli – ahli filologi Eropa berdasarkan pengamatan mereka mengenai bahasa – bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3000 bahasa, maka ini merupakan suatu loncatan induktif.

Tanpa Loncatan Induktif

Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta – fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali. Sebab itu, perbedaan anatara generalisasi dengan loncatan induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang diperlukan.

Hipotesis dan Teori

Hipotesis ( hypo ‘di bawah’, tithenai ‘menempatkan’ ) adalah semacam teorin atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta – fakta tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta – fakta lain lebih lanjut. Sebaliknya, teori sebenarnya merupakan hipotese yang secara relatif lebih kuat sifatnya bila dibandingkan dengan hipotese. Teori adalah azas – azas yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang – kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena – fenomena yang ada. Hipotese merupakan suatu dugaan yang bersifat sementara mengenai sebab – sebab atau relasi antara fenomena – fenomena, sedangkan teori merupakan hipotese yang telah diuji dan yang dapat diterapkan pada fenomena – fenomena yang relevan atau sejenis.

Contoh : Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan ( menduga – duga ) berdasarkan pengalamannya bahwa ( karena langit mendung, maka… ) sebentar lagi akan turun hujan. Apabila ternyata beberapa saat kemudian hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah dugaan ini benar, namun apabila ternyata tidak turun hujan maka hipotesenya dinyatakan keliru.

Analogi

Analogi atau kadang-kadang disebut juga analogi induktif suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang lain. Sebab itu sering timbul salah pengertian antara analogi induktif atau analogi logis sebagai yang dikemukakan di atas dengan analogi deklaratif atau analogi penjelas yang termasuk dalam persoalan perbandingan.

Contoh : pada kata dewa – dewi, putra – putri, pemuda – pemudi, karyawan – karyawati, siswa – siswi dan mahasiswa – mahasiswi.

Hubungan Kausal

Hubungan kausal adalah hubungan keterkaitan atau ketergantungan dari dua realitas, konsep, gagasan, ide, atau permasalahan. Suatu kegiatan tidak dapat mengalami suatu akibat tanpa disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak dapat menunjukkan suatu sebab bila belum mengalami akibat. Pada umumnya hubungan kausal dapat berlangsung pada tiga pola, yaitu sebagai berikut.

Sebab ke Akibat

Misalnya kalau saya menekan tombol lampu menyala, penekanan tombol sebagai satu sebab akan menimbulkan satu efek, yaitu lampu menyala. Tetapi hujan sebagai satu sebab akan menimbulkan sejumlah efek serentak, yaitu tanah – tanah menjadi becek dan berlumpur, selokan penuh banjir, pakaian yang dicuci tidak cepat kering dan lain – lain. Sebaliknya sebab akibat berantai terjadi misalnya kenaikan harga minyak menyebabkan biaya transport naik menyebabkan para penyalur makanan menaikkan harga – harga bahan makanan yang menimbulkan kesulitan hidup dalam semua bidang menyebabkan kaum buruh menuntut kenaikan upah dan seterusnya.

Akibat ke Sebab

Hubungan akibat ke sebab merupakan suatu proses berpikir yang induktif juga dengan bertolak dari suatu peristiwa yang dianggap sebagai akibat yang diketahui, kemudian bergerak menuju sebab – sebab yang mungkin telah menimbulkan akibat tadi. Ada seorang pasien pergi ke dokter karena sakit yang dideritanya. Fenomena ini adalah sebuah akibat. Dokter yang diminta bantuannya harus menemukan sebabnya untuk memberikan pengobatan yang tepat., ia menetapkan bahwa sakit di dada pasien disebabkan oleh kanker. Jadi jalan pikiran ini bertolak dari akibat yang diketahui ( sakit di dada ) menuju kepada sebuah sebab ( kanker ).

Akibat ke Akibat

Pengujian bagi pola hubungan kausal yang ketiga ini agak lebih sulit dari kedua pola diatas. Dalam mempergunakan pola penalaran yang ketiga, penulis atau pembicara harus yakin dengan sungguh – sungguh bahwa harus terdapat suatu sebab umum bagi kedua sebab itu. Jika sebab umum itu ditampilkan, maka cara pengujiannya sama seperti cara pengujian kedua pola di atas. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang adalah : apakah sebab itu cukup kuat untuk menghasilkan kedua akibat itu? Apakah tidak ada sebab lain yang dapat menimbulkan satu atau kedua akibat itu? Apakah tidak mungkin mempengaruhi sebab atau akibatnya?

Induksi dalam Metode Eksposisi

Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraph dalam penulisan yang dimana isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Contoh : masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media – media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.


DEDUKSI

Pengertian

Deduksi berasal dari bahasa Inggris “deduction” yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan – keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006). Deduksi adalah cara berfikir dimana dari pernyataaan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. ( Filsafat Ilmu.hal 48 – 49 Jujun. S. Suriamantri Pustaka Sinar Harapan 2005 ).

Metode berfikir dedukktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal – hal yang umum terlebih dahulu untuk sseterusnya dihubungkan dalam bagian – bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com). Pada induksi kita berjalan dari bukit naik ke undang. Pada cara deduksi adalah sebaliknya. Kita berjalan dari Undang ke bukit. Kalau kita bertemu kecocokan anatara undang dan bukit, maka barulah kita bisa di bilang, bahwa Undang itu benar.

Bentuk – Bentuk Penalaran Deduktif :

Silogisme Katagorik

Silogisme Katagorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor ( premis yang termnya menjadi predikat ), dan kedua premis tersebut adalah term penengah ( middle term ). Contoh : semua tumbuhan membutuhkan air ( premis mayor). Akasia adalah tumbuhan ( premis minor ). Akasia membutuhkan air ( Konklusi ).

Silogisme Hipotetik

Silogisme hipotek adalah argument mayornya berupa proposisi hipotek, sdangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Silogisme hipotek yang premis minornya mengakui bagian antecendent. Contoh :“Jika hujan, saya naek becak ( mayor ). Sekarang hujan (minor). Maka saya naik becak ( Konklusi ). Silogisme hipotek yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya. Contoh : “ Jika hujan, bumi akan basah ( mayor ). Sekarang bumi telah basah ( minor ). Maka hujan telah turun ( Konklusi ).

Silogisme Alternatif

Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternative. Proposisi alternative yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan menolak alternatif yang lain. Disebut juga silogisme disjungtif. Silogisme ini dinamakan demikian karena proposisi mayornya merupakan sebuah proporsisi alternatif, yaitu proporsisi yang mengandung kemungkinan – kemungkinan atau pilihan – pilihan. Sebaliknya proporsisi minornya adalah proporsisi kategorial yang menerima atau menolak salah satu alternatifnya. Konklusi silogisme ini tergantung dari premis minornya. Apabila premis minornya menerima satu alternatif, maka alternatif lainnya ditolak. Namun apabila premis minornya menolak satu alternatif, maka alternatif lainnya di terima dalam Konklusi.

Contoh :

My : nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Mn : nenek Sumi berada di Bandung.
K : jadi, nenek Sumi tidak berada di Bogor.
My : nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Mn : nenek Sumi tidak berada di Bogor.
K : jadi, nenek Sumi berada di Bandung.

Entimen

Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari – hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan. Silogisme sebagai suatu cara untuk menyatakan pikiran tampaknya bersifat artifisal. Dalam kehidupan sehari – hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proporsisi, salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, proporsisi itu tetap dianggap ada dalam pikiran itu dan dianggap diketahui pula oleh orang lain.Bentuk semacam ini dinamakan entimen ( dari Enthymene, Yunani. Lebih jauh kata itu berasal dari kata kerja Enthymeisthai yang berarti ‘simpan dalam ingatan’ ). Dalam tulisan – tulisan bentuk ilmiah yang dipergunakan, dan bukan bentuk formal seperti silogisme.

Contoh :
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu anda berhak menerima hadiahnya.

http://id.wordpress.com/tag/kebahasaan/

2 comments:

andiny oktariana mengatakan...

kawan, karena kita sudah mulai memasuki mata kuliah softskill akan lebih baik jika blog ini disisipkan link Universitas Gunadarma yaitu www.gunadarma.ac.id yang merupakan identitas kita sebagai mahasiswa di Universitas Gunadarma juga sebagai salah satu kriteria penilaian mata kuliah soft skill.. terima kasih :)

CIA mengatakan...

makasih sarannya :)

Posting Komentar